B. Ruang Lingkup Cyberlaw
Jonathan Rosenoer dalam Cyber Law – The Law Of Internet menyebutkan ruang lingkup cyber law :
Hak Cipta (Copy Right)
Hak Merk (Trademark)
Pencemaran nama baik (Defamation)
Fitnah, Penistaan, Penghinaan (Hate Speech)
Serangan terhadap fasilitas komputer (Hacking, Viruses, Illegal Access)
Pengaturan sumber daya internet seperti IP-Address, domain name.
Kenyamanan Individu (Privacy)
Prinsip kehati-hatian (Duty care)
Tindakan kriminal biasa yang menggunakan TI sebagai alat Isu prosedural seperti yuridiksi, pembuktian, penyelidikan dan lain-lain.
Kontrak / transaksi elektronik dan tanda tangan digital.
Perangkat Hukum Cyber Law.
Pornografi.
Pencurian melalui Internet.
Perlindungan Konsumen.
Pemanfaatan internet dalam aktivitas keseharian seperti e-commerce, e-government, e-education. [1]
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (“UU ITE”). Sama halnya seperti Convention on Cybercrimes, UU ITE juga tidak memberikan definisi mengenai cybercrimes, tetapi membaginya menjadi beberapa pengelompokkan yang mengacu pada Convention on Cybercrimes.
1. Tindak pidana yang berhubungan dengan aktivitas illegal, yaitu:
a. Distribusi atau penyebaran, transmisi, dapat diaksesnya konten illegal, yang terdiri dari:
kesusilaan (Pasal 27 ayat [1] UU ITE);
perjudian (Pasal 27 ayat [2] UU ITE);
penghinaan atau pencemaran nama baik (Pasal 27 ayat [3] UU ITE);
pemerasan atau pengancaman (Pasal 27 ayat [4] UU ITE);
berita bohong yang menyesatkan dan merugikan konsumen (Pasal 28 ayat [1] UU ITE);
menimbulkan rasa kebencian berdasarkan SARA (Pasal 28 ayat [2] UU ITE);
mengirimkan informasi yang berisi ancaman kekerasan atau menakut-nakuti yang ditujukan secara pribadi (Pasal 29 UU ITE);
b. Dengan cara apapun melakukan akses illegal (Pasal 30 UU ITE);
c. Intersepsi illegal terhadap informasi atau dokumen elektronik dan Sistem Elektronik (Pasal 31 UU ITE);
2. Tindakpidana yang berhubungandengangangguan (interferensi), yaitu:
a. Gangguan terhadap Informasi atau Dokumen Elektronik (data interference – Pasal 32 UU ITE);
b. Gangguan terhadap Sistem Elektronik (system interference – Pasal 33 UU ITE);
3. Tindak pidana memfasilitasi perbuatan yang dilarang (Pasal 34 UU ITE);
4. Tindak pidana pemalsuan informasi atau dokumen elektronik (Pasal 35 UU ITE);
5. Tindak pidana tambahan (accessoir Pasal 36 UU ITE); dan
6. Perberatan-perberatan terhadap ancaman pidana (Pasal 52 UU ITE).
Pengaturan Tindak Pidana Siber Formil di Indonesia
Selain mengatur tindak pidana siber materil, UU ITE mengatur tindak pidana siber formil, khususnya dalam bidang penyidikan. Pasal 42 UU ITE mengatur bahwa penyidikan terhadap tindak pidana dalam UU ITE dilakukan berdasarkan ketentuan dalam Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (“KUHAP”) dan ketentuan dalam UU ITE. Artinya, ketentuan penyidikan dalam KUHAP tetap berlaku sepanjang tidak diatur lain dalam UU ITE. Kekhususan UU ITE dalam penyidikan antara lain:
Penyidik yang menangani tindak pidana siber ialah dari instansi Kepolisian Negara RI atau Kementerian Komunikasi dan Informatika;
Penyidikan dilakukan dengan memperhatikan perlindungan terhadap privasi, kerahasiaan, kelancaran layanan publik, integritas data, atau keutuhan data;
Penggeledahan dan atan penyitaan terhadap Sistem Elektronik yang terkait dengan dugaan tindak pidana harus dilakukan atas izin ketua pengadilan negeri setempat;
Dalam melakukan penggeledahan dan/atau penyitaan Sistem Elektronik, penyidik wajib menjaga terpeliharanya kepentingan pelayanan umum.
Ketentuan penyidikan dalam UU ITE berlaku pula terhadap penyidikan tindak pidana siber dalam arti luas. Sebagai contoh, dalam tindak pidana perpajakan, sebelum dilakukan penggeledahan atau penyitaan terhadap server bank, penyidik harus memperhatikan kelancaran layanan publik, dan menjaga terpeliharanya kepentingan pelayanan umum sebagaimana diatur dalam UU ITE. Apabila dengan mematikan server bank akan mengganggu pelayanan publik, tindakan tersebut tidak boleh dilakukan.
Selain UU ITE, peraturan yang landasan dalam penanganan kasus cyber crime di Indonesia ialah peraturan pelaksana UU ITE dan juga peraturan teknis dalam penyidikan di masing-masing instansi penyidik.
Sumber :
[1] Unuy Ciiunuy, 2012
http://unuy2911.blogspot.com/2012/10/pengertian-dan-ruang-lingkup-cyberlaw_21.html
[2] Josua Sitompul, S.H., IMM, 2013
http://www.hukumonline.com/klinik/detail/cl5960/landasan-hukum-penanganan-cyber-crime-di-indonesia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar